Life is Adventure

Life is Adventure

Minggu, 29 Juli 2012

Pelajaran Public Speaking dari Hillary Clinton dan Barack Obama


Minggu lalu saya menghabiskan banyak waktu untuk menonton InternetTV. Acara yang saya tonton adalah sebuah event historis konvensi Partai Demokrat AS yang berlangsung di Denver, Colorado, dan berpuncak pada pengukuhan Barack Obama, sebagai calon presiden kulit hitam pertama dalam sejarah panjang politik Amerika. Saya menyaksikan acara ini bukan saja karena aspek politik-nya, namun terutama karena ingin belajar mengenai ketrampilan public speaking kelas dunia.

Tak pelak dalam acara yang berlangsung selama 4 hari itu, telah tampil puluhan tokoh dengan beragam pidato yang memukau. Namun dua bintang menyeruak, menampilkan parade publick speaking yang sangat mengesankan. Yang pertama, tentu saja Barack Obama sendiri. Dan yang kedua adalah Hillary Clinton. Kedua ikon Amerika ini, dengan gayanya masing-masing, telah memberikan sebuah pelajaran yang sungguh sangat berharga mengenai apa itu makna world-class public speaking.

Lalu lesson learned apa yang bisa dipetik dari parade public speaking kedua ikon hebat itu? Disini kita setidaknya ada tiga poin pembelajaran yang layak dicatat. Yang pertama adalah sebuah poin yang sangat basic : untuk bisa menjadi seorang public speaker yang baik, pertama-tama kita mesti memiliki intellectual capacity yang kokoh dan wawasan berpikir yang ekspansif. No question about this. Sejarah para orator ulung – sejak Soekarno hingga Winston Churchill, mulai dari Marthin Luther King hingga Hillary Clinton – selalu berawal karena mereka dibekali dengan otak yang brilian. Kemampuan berbicara di depan publik tanpa disertai dengan keluasan pengetahuan hanya akan membikin kita tampak seperti orang pandir. Dan ketrampilan bicara tanpa dibekali dengan kedalaman wawasan hanya akan membuat kita lebih pas menjadi penjual obat di pinggir jalanan……(sayangnya, politisi di tanah air lebih banyak yang layak masuk kategori ini…..).

Poin yang kedua adalah ini : kedua ikon politik Amerika ini dengan sangat mengesankan memberikan pelajaran tentang apa itu makna ritme bicara, kekuatan intonasi, dan kejernihan artikulasi. Dan kita tahu, sebuah public speaking yang bagus selalu peduli dengan aspek-aspek kunci ini. Ritme dan irama penyampaian narasi yang pas, disertai dengan intonasi suara yang dinamis – tahu kapan mesti harus lembut, kapan harus lebih lantang – akan membuat audiens kita mampu terlibat sepenuhnya dengan apa yang disampaikan. Lalu, artikulasi yang jernih dan elokuen (fasih) akan selalu bisa membuat efek yang membekas pada benak pendengar kita. Hillary sangat masterful dalam soal artikulasi ini. Setiap kalimat selalu ia artikulasikan dengan jernih dan dengan ritme yang mengalir; membuat ia mampu meninggalkan jejak yang memukau dalam bentangan hati para pendengarnya (Anda bisa melihat video pidato Hillary pada layar dibawah ini. Namun, kalau koneksi internet Anda lamban, maka gambarnya akan terputus-putus….so, pastikan Anda menggunakan broadband internet connection kalau ingin menyimaknya).

Poin yang ketiga atau yang terakhir adalah ini : penguasaan panggung yang sempurna merupakan sebuah elemen amat penting untuk menghadirkan public speaking yang impresif. Apa yang akan terjadi jika kita hendak menyampaikan sebuah presentasi di depan forum dengan tubuh yang bergetar lantaran grogi, dan dengan tatap mata yang hanya melihat pada satu titik? Apa yang akan terjadi jika kita mendengarkan seseorang menyampaikan pidato dengan membaca teks, dan sepanjang pidato matanya tak pernah lepas dari teks? Duh, betapa kita akan sangat bete….(namun sayang, semua pejabat di negeri ini, sejak dari Ketua RT hingga Kepala Negara selalu menghadirkan pidato teks yang sungguh membosankan ini….Pliss deh..….).

Tidak, Hillary dan Obama sama sekali tidak menggunakan teks ketika berpidato. Mereka benar-benar menguasai panggung dengan penuh kesempurnaan. Sepanjang pidato, Hillary selalu melemparkan tatapan mata kepada setiap sudut dimana 20 ribu penonton duduk dihadapannya. Ia seperti tengah berdialog dan berbicang intim dengan setiap hadirin yang hadir. Ia seperti menyulap podium itu menjadi pangung teatrikal dengan mana ia menyajikan sebuah penampilan seni bicara yang benar-benar memukau (semenjak Soekarno, kita tidak penah lagi melihat pejabat kita yang bisa seperti ini…..).

Demikianlah tiga poin pembelajaran yang mungkin bisa kita petik dalam kaitannya dengan ketrampilan public speaking. Anda semua mungkin tidak berbakat menjadi presiden seperti mereka berdua. Namun siapa tahu kelak Anda terpilih menjadi “pejabat” atau pemimpin – entah sekedar menjadi ketua RT, ketua panitia 17-an, atau ketua tim di kantor Anda – dan kemudian Anda diminta untuk memberikan speech atau public speaking di depan forum yang besar. Nah, kalau Anda ingin melakukannya dengan baik, maka ingatlah selalu tiga poin pembelajaran diatas. Sebab dengan itulah, Anda mungkin akan bisa menampilkan sebuah speech yang menggugah nan inspiratif. Dan bukan speech yang membikin semua pendengar terlelap tidur sambil ngorok……..